Menarik juga
belajar sejarah pajak di Indonesia. Dalam disertasi Prof. Mansury —The Indonesian Income Tax: A Case Study of Tax
Reform--, di salah satu bab, diuraikan tentang sejarah pajak di Indonesia.
Pembahasan sejarah pajak di Indonesia dimulai dari paruh pertama abad ke-19. Di
masa kolonial. Secara garis besar, uraian sejarah pajak di Indonesia dibagi ke
dalam tiga periode. Periode sebelum 1920, periode 1920-1983 dan periode setelah
1984. Pemilihan tahun 1920 dan 1983 tentu bukan tanpa alasan. Pada tahun-tahun
itulah terbit undang-undang pajak yang fundamental dalam sejarah perpajakan di
Indonesia: Ordonasi Pajak Penghasilan Tahun 1920 dan Undang-undang Ketentuan
Umum Perpajakan (KUP), Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) dan Undang-undang
Pajak Pertamabahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPN/PPnBM) 1984.
Bagaimana
perkembangan sejarah pemungutan pajak di Indonesia dalam periode-periode
tersebut di atas? Menjelang
peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus nati, ada baiknya kialihat
lagi perjalanan sejaran pemungutan pajak di Republik tercinta ini. Mari kita
lihat satu per satu.
Periode sebelum 1920
Hal menarik dari
periode ini, periode kolonial, adalah pemajakan terhadap wajib pajak dilakukan
secara berbeda-beda menurut kebangsaan wajib pajak. Ada tiga jenis kebangsaan;
warga pribumi, warga Asia, dan warga Eropa. Bahkan pajak untuk warga pribumipun
berbeda antara warga yang berdomisili di Pulau Jawa dan Madura dengan warga di
kepulauan lainnya.
Pada masa
pendudukan Inggris, Gubernur Raffles mulai mengenalkan pajak rumah tinggal (tenement tax) pada tahun 1811-1816.
Pajak rumah tinggal ini dikenakan pada warga pribumi atas tanah yang di atasnya
didirikan bangunan. Sedangkan tanah yang digunakan untuk pertanian tidak
dikenakan pajak. Dalam perkembangan selanjutnya, atas tanah pertanian ini
dikenakan pajak tanah (landrente).
Pada tahun 1824, setelah pemerintah Hindia Belanda mengambil alih kekuasaan, pajak
rumah tinggal diperluas, tidak hanya mencakup warga pribumi tetapi juga warga
Asia yang melakukan perdagangan atau bekerja sebagai buruh.
Tahun 1839, pajak
rumah tinggal, juga disebut huistaks,
diganti dengan pajak usaha (business tax
atau belasting op het bedriff, Belanda). Hanya saja, pajak ini tidak
diberlakukan bagi para petani karena petani sudah dikenakan pajak tanah.
Besarnya pajak usaha yang dikenakan adalah dua persen dari penghasilan yang
berasal dari kegiatan usaha atau perdagangan dan penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan. Pajak usaha ini mengenal pajak minimum, yaitu sebesar 1 Gulden.
Selanjutnya, pada
tahun 1885, pajak usaha untuk warga Asia ditingkatkan menjadi 4% dari
sebelumnya 2% dan pajak minimum naik menjadi 2 Gulden. Peningkatan pajak untuk
warga Asia menjadikan pajakyang harus ditanggung mereka menajdi lebih besar
daripada pajak yang ditanggung oleh warga pribumi. Salah satu alasannya adalah
karena warga Asia, pada masa itu, biasanya mempunyai penghasilan yang lebih
tinggi daripada warga pribumi.
Pada tahun 1907
terjadi perubahan signifikan dari pajak usaha. Pertama, pajak usaha diganti
dengan pajak atas usaha dan penghasilan lainnya. Kedua, penggunaan tarif
progresif yang diberlakukan baik kepada warga pribumi maupun warga Asia.
Penghasilan sampai dengan 50 Gulden tidak dikenakan pajak. Selain itu,
penghasilan yang diterima oleh aparat negara dan petani yang dudah dikenakan
pajak tanah juga tidak dikenakan pajak usaha tahun 1907 ini. Untuk penghasilan
di atas 50 Gulden sampai dengan 60 Gulden dikenakan pajak tetap sebesar 0,72
Gulden dan untuk penghasilan di atas 60 dikenakan pajak sebesar 4,5%.
Lalu, bagaimana
pajak untuk warga Eropa?
Warga Eropa dikenai
pajak baru pada tahun 1878 yaitu dengan dikenalkannya pajak paten (patenterecht). Pajak ini dikenakan pada
penghasilan yang diperoleh dari semua jenis usaha; pertanian, pengolahan,
perdagangan dan jasa profesional yang jarang sekali dapat dilakukanoleh warga
pribumi. Dalam perkembangan, mulai tahun 1907, pengenaan pajak paten ini juga
diberlakukan pada perusahaan yang dimiliki seluruhnya oleh warga pribumi.
Perkembangan yang lain, pajak patent adalah pajak proporsional dengan tarif 2%
dari penghasilan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam
rangka memelihara penghasilan tidak termasuk depresiasi. Ini berbeda dengan
pajak usaha yang dikenakan pada penghasilan bruto (peredaran usaha).
Yang menarik juga
adalah penentuan dasar pengenaan pajak. Dalam pajak paten ini penghasilan dikelompokkan
menjadi dua: (1) penghasilan tetap (gaji) dan (2) penghasilan tidak tetap.
Untuk penghasilan kelompok pertama, adalah jumlah penghasilan yang kira-kira
akan diterima dalam satu tahun pajak dan ditentukan pada awal tahun. Sedangkan
untuk kelompok penghasilan kedua, dasar pengenaan pajak adalah rata-rata
penghasilan dalam tiga tahun terakhir sebelum tahun pajak yang bersangkutan.
Pada tahun 1908
diberlakukan pajak penghasilan bagi warga Eropa atau warga Non-eropa tetapi
secara hukum diperlakukan sebagai warga Eropa. Pajak penghasilan ini berlaku
juga bagi wajib pajak bada usaha tanpa melihat kebangsaan pemiliknya. Pajak
penghasilan 1908 ini mulai mengenal orang pribadi non-residen, yaiut orang pribadi pemilik badan usaha yang
beroperasi di India belanda. Pajak penghasilan 1908 juga sudah mulai membedakan
penghasilan yang bersumber kegiatan aktif dan pasif. Sumber penghasilan yang
dikenai pajak penghasilan 1908 ini adalah: penghaasilan dari barang tidak
bergerak, penghasilan dari barang bergerak, penghasilan dari kegiatan usaha
atau profesi, penghasilans ehubungan dengan pekerjaan dan panghasilan pasive-based seperti pensiun.
Beberapa fitur dari
pajak penghasilan 1908 juga bereda dengan pajak paten, antara lain mulai
diperkenankannya pengurang penghasilan berupa penyusutan dan penghapusan
piutang tak tertagih. Sementara untuk penentuan penghasilan kena pajak
dibedakan antara penghasilan yang bersumber dari pekerjaan, kegiatan usaha dan
penghasilan dari barang tidak bergerak. Untuk penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, besarnya penghasilan kena pajak ditentukan dengan perkiraan jumlah
penghasilan yang akan diterima dalam satu tahun pajak. Karena penghasilan yang
bersumber dari pekerjaan relatif tetap, penggunaan estimasi penghasilan yang
akan diterima dianggap akan mendekati penghasilan riil yang diterima dalam satu
tahun pajak.
Untuk penghasilan
dari kegiatan usaha, besarnya penghasilan kena pajak dalam satu tahun pajak
adalah sebesar rerata penghasilan selama tiga tahun terakhir, sama dengan
penentuan penghasilan ekna pajak dalam pajak paten. Sedangkan untuk
penghasiland ari barang tidak bergerak, penghasilan kena pajak dalam satu tahun
pajak adalah jumlah penghasilan neto dari tahun pajak terakhir dengan
mempertimbangkan keadaan yang mungkin bisa menyebabkan naik turunnya
penghasilan.
Tarif pada pajak
penghasilan 1908 adalah progresif untuk orang pribadi yang berdomisili di Inida
Belanda, dengan catatatn, penghasilan di bawah 900 Gulden tidak dikenakan
pajak. Selain itu, pajak penghasilan 1908 juga mulai mengenal penghasilan tidak
kena pajak atas jiwa yang menjadi tanggungan wajib pajak; pajak penghasilan
dikurangi 3% untuk setiap jiwa yang menjadi tanggungan. Siapa yang menjadi
tanggungan ditentukan berdasarkan ketentuan hukum perdata.
Untuk wajib pajak
badan usaha yang berdomisili di India Belanda, pengenaan pajak didasarkan pada
penghasilan bersih dalam satu tahun pajak dan pada sisa lebih keuntungan di
atas modal (excess profit) dalam
tahun yang sama. Besarnya tarif pajak untuk badan usaha adalah 3%. Excess
profit adalah sisa lebih keuntungan di atas 5% dari modal disetor yang
dibagikan kepada pendiri, pemegang saham dan pihak-pihak lainnya kecuali
pemerintah India Belanda. Sementara, keuntungan badan usaha yang dibagikan
kepada pemegang saham dan partner yang berdomisli di India Belanda akan
dikenakan pajak pada individu pemegang saham atau partner. Badan usaha asing
dikenakan pajak atas penghasilan bersih yang diperoleh dari kegiatan usaha di
India belanda, baik secara langsung mauun melalui agen. Dapat dikatakan, dalam
hal ini pajak penghasilan 1908 sudah mulai mengenal konsep Bentuk Usaha Tetap.
Perkembangan
selanjutnya dari pajak penghasilan 1908 ini adalah adanya perubahan tarif
pajak. Tarif pajak awalnya adalah progresif, mulai dari 1 Gulden untuk setiap
100 Gulden keuntungan dari 2% pertama modal disetor sampai dengan 6 Gulden
untuk setiap 100 Gulden keuntungan yang melebihi 20% modal disetor pada tahun
1928 dinaikkan menjadi tarif proporsional sebesar 8%.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar