13 Agustus 2013

#17an Mengenal Sejarah Pemungutan Pajak Di Indonesia (Bag. 1 dari 3 tulisan)



Menarik juga belajar sejarah pajak di Indonesia. Dalam disertasi Prof. Mansury —The Indonesian Income Tax: A Case Study of Tax Reform--, di salah satu bab, diuraikan tentang sejarah pajak di Indonesia. Pembahasan sejarah pajak di Indonesia dimulai dari paruh pertama abad ke-19. Di masa kolonial. Secara garis besar, uraian sejarah pajak di Indonesia dibagi ke dalam tiga periode. Periode sebelum 1920, periode 1920-1983 dan periode setelah 1984. Pemilihan tahun 1920 dan 1983 tentu bukan tanpa alasan. Pada tahun-tahun itulah terbit undang-undang pajak yang fundamental dalam sejarah perpajakan di Indonesia: Ordonasi Pajak Penghasilan Tahun 1920 dan Undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) dan Undang-undang Pajak Pertamabahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPN/PPnBM) 1984.


Bagaimana perkembangan sejarah pemungutan pajak di Indonesia dalam periode-periode tersebut di atas? Menjelang peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus nati, ada baiknya kialihat lagi perjalanan sejaran pemungutan pajak di Republik tercinta ini. Mari kita lihat satu per satu.


Periode sebelum 1920


Hal menarik dari periode ini, periode kolonial, adalah pemajakan terhadap wajib pajak dilakukan secara berbeda-beda menurut kebangsaan wajib pajak. Ada tiga jenis kebangsaan; warga pribumi, warga Asia, dan warga Eropa. Bahkan pajak untuk warga pribumipun berbeda antara warga yang berdomisili di Pulau Jawa dan Madura dengan warga di kepulauan lainnya. 


Pada masa pendudukan Inggris, Gubernur Raffles mulai mengenalkan pajak rumah tinggal (tenement tax) pada tahun 1811-1816. Pajak rumah tinggal ini dikenakan pada warga pribumi atas tanah yang di atasnya didirikan bangunan. Sedangkan tanah yang digunakan untuk pertanian tidak dikenakan pajak. Dalam perkembangan selanjutnya, atas tanah pertanian ini dikenakan pajak tanah (landrente). Pada tahun 1824, setelah pemerintah Hindia Belanda mengambil alih kekuasaan, pajak rumah tinggal diperluas, tidak hanya mencakup warga pribumi tetapi juga warga Asia yang melakukan perdagangan atau bekerja sebagai buruh.


Tahun 1839, pajak rumah tinggal, juga disebut huistaks, diganti dengan pajak usaha (business tax atau belasting op het bedriff, Belanda). Hanya saja, pajak ini tidak diberlakukan bagi para petani karena petani sudah dikenakan pajak tanah. Besarnya pajak usaha yang dikenakan adalah dua persen dari penghasilan yang berasal dari kegiatan usaha atau perdagangan dan penghasilan sehubungan dengan pekerjaan. Pajak usaha ini mengenal pajak minimum, yaitu sebesar 1 Gulden. 


Selanjutnya, pada tahun 1885, pajak usaha untuk warga Asia ditingkatkan menjadi 4% dari sebelumnya 2% dan pajak minimum naik menjadi 2 Gulden. Peningkatan pajak untuk warga Asia menjadikan pajakyang harus ditanggung mereka menajdi lebih besar daripada pajak yang ditanggung oleh warga pribumi. Salah satu alasannya adalah karena warga Asia, pada masa itu, biasanya mempunyai penghasilan yang lebih tinggi daripada warga pribumi.


Pada tahun 1907 terjadi perubahan signifikan dari pajak usaha. Pertama, pajak usaha diganti dengan pajak atas usaha dan penghasilan lainnya. Kedua, penggunaan tarif progresif yang diberlakukan baik kepada warga pribumi maupun warga Asia. Penghasilan sampai dengan 50 Gulden tidak dikenakan pajak. Selain itu, penghasilan yang diterima oleh aparat negara dan petani yang dudah dikenakan pajak tanah juga tidak dikenakan pajak usaha tahun 1907 ini. Untuk penghasilan di atas 50 Gulden sampai dengan 60 Gulden dikenakan pajak tetap sebesar 0,72 Gulden dan untuk penghasilan di atas 60 dikenakan pajak sebesar 4,5%. 


Lalu, bagaimana pajak untuk warga Eropa? 


Warga Eropa dikenai pajak baru pada tahun 1878 yaitu dengan dikenalkannya pajak paten (patenterecht). Pajak ini dikenakan pada penghasilan yang diperoleh dari semua jenis usaha; pertanian, pengolahan, perdagangan dan jasa profesional yang jarang sekali dapat dilakukanoleh warga pribumi. Dalam perkembangan, mulai tahun 1907, pengenaan pajak paten ini juga diberlakukan pada perusahaan yang dimiliki seluruhnya oleh warga pribumi. Perkembangan yang lain, pajak patent adalah pajak proporsional dengan tarif 2% dari penghasilan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka memelihara penghasilan tidak termasuk depresiasi. Ini berbeda dengan pajak usaha yang dikenakan pada penghasilan bruto (peredaran usaha). 


Yang menarik juga adalah penentuan dasar pengenaan pajak. Dalam pajak paten ini penghasilan dikelompokkan menjadi dua: (1) penghasilan tetap (gaji) dan (2) penghasilan tidak tetap. Untuk penghasilan kelompok pertama, adalah jumlah penghasilan yang kira-kira akan diterima dalam satu tahun pajak dan ditentukan pada awal tahun. Sedangkan untuk kelompok penghasilan kedua, dasar pengenaan pajak adalah rata-rata penghasilan dalam tiga tahun terakhir sebelum tahun pajak yang bersangkutan.

Pada tahun 1908 diberlakukan pajak penghasilan bagi warga Eropa atau warga Non-eropa tetapi secara hukum diperlakukan sebagai warga Eropa. Pajak penghasilan ini berlaku juga bagi wajib pajak bada usaha tanpa melihat kebangsaan pemiliknya. Pajak penghasilan 1908 ini mulai mengenal orang pribadi non-residen, yaiut orang pribadi pemilik badan usaha yang beroperasi di India belanda. Pajak penghasilan 1908 juga sudah mulai membedakan penghasilan yang bersumber kegiatan aktif dan pasif. Sumber penghasilan yang dikenai pajak penghasilan 1908 ini adalah: penghaasilan dari barang tidak bergerak, penghasilan dari barang bergerak, penghasilan dari kegiatan usaha atau profesi, penghasilans ehubungan dengan pekerjaan dan panghasilan pasive-based seperti pensiun.


Beberapa fitur dari pajak penghasilan 1908 juga bereda dengan pajak paten, antara lain mulai diperkenankannya pengurang penghasilan berupa penyusutan dan penghapusan piutang tak tertagih. Sementara untuk penentuan penghasilan kena pajak dibedakan antara penghasilan yang bersumber dari pekerjaan, kegiatan usaha dan penghasilan dari barang tidak bergerak. Untuk penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, besarnya penghasilan kena pajak ditentukan dengan perkiraan jumlah penghasilan yang akan diterima dalam satu tahun pajak. Karena penghasilan yang bersumber dari pekerjaan relatif tetap, penggunaan estimasi penghasilan yang akan diterima dianggap akan mendekati penghasilan riil yang diterima dalam satu tahun pajak.


Untuk penghasilan dari kegiatan usaha, besarnya penghasilan kena pajak dalam satu tahun pajak adalah sebesar rerata penghasilan selama tiga tahun terakhir, sama dengan penentuan penghasilan ekna pajak dalam pajak paten. Sedangkan untuk penghasiland ari barang tidak bergerak, penghasilan kena pajak dalam satu tahun pajak adalah jumlah penghasilan neto dari tahun pajak terakhir dengan mempertimbangkan keadaan yang mungkin bisa menyebabkan naik turunnya penghasilan.


Tarif pada pajak penghasilan 1908 adalah progresif untuk orang pribadi yang berdomisili di Inida Belanda, dengan catatatn, penghasilan di bawah 900 Gulden tidak dikenakan pajak. Selain itu, pajak penghasilan 1908 juga mulai mengenal penghasilan tidak kena pajak atas jiwa yang menjadi tanggungan wajib pajak; pajak penghasilan dikurangi 3% untuk setiap jiwa yang menjadi tanggungan. Siapa yang menjadi tanggungan ditentukan berdasarkan ketentuan hukum perdata.


Untuk wajib pajak badan usaha yang berdomisili di India Belanda, pengenaan pajak didasarkan pada penghasilan bersih dalam satu tahun pajak dan pada sisa lebih keuntungan di atas modal (excess profit) dalam tahun yang sama. Besarnya tarif pajak untuk badan usaha adalah 3%. Excess profit adalah sisa lebih keuntungan di atas 5% dari modal disetor yang dibagikan kepada pendiri, pemegang saham dan pihak-pihak lainnya kecuali pemerintah India Belanda. Sementara, keuntungan badan usaha yang dibagikan kepada pemegang saham dan partner yang berdomisli di India Belanda akan dikenakan pajak pada individu pemegang saham atau partner. Badan usaha asing dikenakan pajak atas penghasilan bersih yang diperoleh dari kegiatan usaha di India belanda, baik secara langsung mauun melalui agen. Dapat dikatakan, dalam hal ini pajak penghasilan 1908 sudah mulai mengenal konsep Bentuk Usaha Tetap.


Perkembangan selanjutnya dari pajak penghasilan 1908 ini adalah adanya perubahan tarif pajak. Tarif pajak awalnya adalah progresif, mulai dari 1 Gulden untuk setiap 100 Gulden keuntungan dari 2% pertama modal disetor sampai dengan 6 Gulden untuk setiap 100 Gulden keuntungan yang melebihi 20% modal disetor pada tahun 1928 dinaikkan menjadi tarif proporsional sebesar 8%.

Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa sebelum tahun 1920, banyak ketentuan pajak yang berlaku di India Belanda (Indonesia). Di sisi lain, kita juga dapat simpulkan bahwa beberapa konsep dalam perpajakan saat ini juga sudah dikenal pada masa kolonial, Konsep seperti penyusutan, penghapusan piutang tak tertagih, penghasilan tidak kena pajak sebenarnya sudah dikenal sejak peridoe sebelum 1920.

Tidak ada komentar: