31 Januari 2011

SKB: Surat Keterangan Bebas

Pelunasan pajak penghasilan (PPh) terutang dalam ketentuan perpajakan kita dilakukan melalui dua cara: (1) dibayar sendiri oleh wajib pajak dan (2) melalui pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak lain. Pajak-pajak yang dipotong atau dipungut oleh pihak lain, bersama dengan pajak yang dibayar sendiri tiap bulan, nantinya, dalam perhitungan kembali pajak terutang di Surat pemberitahuan (SPT) PPh Tahunan diperhitungkan sebagai kredit pajak atau pembayaran dimuka.

Mekanisme pemotongan/pemungutan PPh diatur dalam pasal-pasal 21, 22 dan 23. Karenanya pajak-pajak tersebut lazim dikenal dengan PPh Pasal 21, PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23. Selain itu, ada juga ketentuan dalam Pasal 4(2) yang mengatur pemotongan PPh yang sifatnya final. Berbeda dengan PPh 21, 22 dan 23, PPh 4(2) yang dipotong atau dipungut pihak lain tidak boleh dikreditkan dalam SPT Tahunan. Kenapa? Karena sifat pengenaan PPh atas penghasilan-penghasilan yang diatur dalam Pasal 4(2) tersebut bersifat final. Pemenuhan kewajiban pajak selesai pada saat atas penghasilan tersebut telah dipotong PPh4(2).

Lalu, bagaimana wajib pajak yang dalam SPT Tahunannya ternyata tidak terdapat pajak terutang misalnya karena ternyata wajib pajak mengalami kerugian dalam satu tahun pajak. Apakah terhadap wajib pajak yang demikian, atas penghasilannya tetap harus dipotong PPh. Tidak bolehkah wajib pajak yang dalam SPT Tahunan PPh-nya diperkirakan tidak aka nada pajak terutang dibebaskan dari pemotongan PPh?

Jawabnya, tentu saja boleh! Ketentuan pajak kita memungkinkan wajib pajak tertentu dibebaskan dari pemotongan PPh. Siapakah wajib pajak itu?

Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-1/PJ/2011 mengatur tentang tata cara pengajuan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh oleh pihak lain. Dalam PERDIRJEN tersebut diatur bahwa wajib pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang PPh dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh oleh pihak lain. Ketiadaan pajak terutang tersebut dapat dikarenakan: (1) adanya kerugian fiskal; (2) adanya kompensasi kergian fiscal; dan (3) PPh yang telah dibayar lebih besar dari PPh yang akan terutang. Kerugian fiskal dalam permohonan pembebasan ini adalah kerugian fiscal yang dialami oleh: (1) wajib pajak yang baru berdiri dan masih dalam tahap investasi; (2) wajib pajak yang belum sampai pada tahap produksi komersial; dan (3) wajib pajak yang mengalami suatu peristiwa force majuer.

Selain itu, wajib pajak yang atas penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifat final juga dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan/pemungutan PPh. Perlu dicatat, permohonan pembebasan tersebut tidak berlaklu bagi penghasilan yang dikenakan PPh final. Dokumen yang diterbitkan kantor pajak atas permohonan pembebasan ini adalah Surat Keterangan Bebas yang berlaku sejak tanggal diterbitkan sampai dengan berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.

Permohonan pembebasan dari pemotongan/pemungutan PPh diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak terdaftar dengan syarat wajib pajak telah menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak terakhir sebelum tahun pajak yangdiajukan permohonan, kecuali untuk wajib pajak yang baru berdiri. Permohonan diajukan untuk setiap jenis pajak (PPh21, PPh22, PPh23) dan harus dilampiri dengan perhitungan PPh yang diperkirakan akan terutang untuk tahun pajak yang diajukan permohonan. Atas permohonan yang diajukan wajib pajak, Kantor Pajak harus memberikan keputusan, apakah (1) menolak atau (2) menerima permohonan dan menerbitkan SKB, dalam waktu lima hari kerja sejak permohonan diterima. Apabila dalam jangka waktu lima hari tersebut belum ada keputusan, maka permohonan dianggap diterima dan kepada wajib pajak harus diterbitkan SKB dalam waktu dua hari sejak berakhirnya jangka waktu lima hari. Apabila permohonan ditolak, penolakan harus dilakukan secara tertulis.

Tidak ada komentar: