22 September 2010

Ketentuan Tentang PPh Pasal 22 (PPh22)

Baru-baru ini Kementrian keuangan menerbitkan aturan baru tentang pemungutan PPh Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain, yaitu PMK-154/PMK.03/2010 tanggal 31 Agustus 2010. PMK ini merupakan aturan pelaksanaan yang diamanatkan dalam Pasal 22 UU PPh.

Apa yang diatur dalam PMK154 ini?

Pertama, PMK154 mengatur tentang tarif PPh22 atas ketiga jenis obyek pemotongan PPh22: pembayaran/pembelian, impor atau atas kegiatan usaha tertentu. Besarnya tarif PPh22 untuk masing-masing obyek pemotongan PPh22 dapat disarikan sebagai berikut:


  • Impor Dengan Angka Pengenal Impor (API) 0,5% dari Nilai impor (CIF dasar penghitungan Bea Masuk plus bea masuk dan pungutan kepabeanan lainnya) Pengecualian untuk impor kedelai, gandum dan tepung terigu;

  • Impor tanpa API 7,5% dari Nilai Impor;

  • Atas barang impor yang tidak dikuasai 7,5% dari harga jual lelang;

  • Pembelian barang oleh instansi pemerintah 1,5% dari harga pembelian ;

  • Penjualan/ impor Bahan bakar minyak 0,25% dari nilai penjualan tidak termasuk PPN kepada SPBU Pertamina dan 0,3% dari nilai penjualan tidak termasuk PPN kepada SPBU bukan Pertamina dan Non SPBU Bahan bakar

  • Penjualan/ impor Bahan gas 0,3% dari nilai penjualan tidak termasuk PPN ;

  • Penjualan/ impor Bahan pelumas 0,3% nilai penjualan tidak termasuk PPN ( untuk penjualan bahan bakar minya/gas dan pelumas, PPh22 bersifat FINAL untuk bukan agen/penyalur dan TIDAK FINAL untuk selain agen/penyalur);

  • Penjualan kertas di dalam negeri 0,1% dari DPP PPN;

  • Penjualan semen di dalam negeri 0,25% DPP PPN

  • Penjualan semua jenis kendaraan bermotor roda dua atau lebih di dalam negeri 0,45 DPP PPN

  • Penjualan baja di dalam negeri 0,3% DPP PPN (Untuk semen, kertas, otomotif dan baja PPh22 dipungut oleh badan usaha industri semen, kertas, baja, dan otomotif (produsen) dan ditunjuk sebagai pemungut PPh22);

  • Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan yang ditunjuk sebagai pemungut PPh22 dari pedagang pengumpul sebesar 0,25% dari harga pembelian tidak termasuk PPN

Perhatian untuk Anda yang belum berNPWP, karena besarnya tarif PPh22 tersebut di atas akan lebih tinggi (naik) 100% bagi yang wajib pajak yang belum berNPWP. Jadi misalnya, Anda memenangi lelang barang-barang yang tidak dikuasai di pelabuhan dan kebetulan Anda belum berNPWP maka PPh22 yang harus Anda bayar atas barang impor yang tidak dikuasai yang Anda menangi lelangnya adalah 15%, bukan 7,5% seperti tercantum dalam tabel di atas.


Kedua, PMK154 mengatur tentang pengecualian dari pemungutan PPh 22, yaitu:

  1. Impor dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan tidak terutang PPh (dengan menggunakan Surat Keterangan Bebas, SKB, yang diterbitkan oleh DJP);

  2. Impor yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk, yaitu dikenai Bea Masuk 0%, dan atau PPN;

  3. Impor sementara, impor yang tujuan untuk dilakukan ekspor kembali (re-ekspor);

  4. Impor kembali (re-impor) atas barang yang telah diekspor dan kemudian dire-impor dalam kuantitas yang sama atau barang yang diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian yang memenuhi persyaratan DJBC;

  5. Pembayaran oleh instansi pemerintah yang tidak lebih dari Rp2 juta dan bukan merupakan pembayaran yang dipecah-pecah serta pembayaran untuk BBM, listrik, gas, pelumas, air minum/PDAM danbenda-bedan pos;

  6. Pembayaran untuk pembayaran gabah oleh BULOG;

  7. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan perhiasan emas untuk tujuan ekspor (dengan menggunakan Surat Keterangan Bebas, SKB, yang diterbitkan oleh DJP);

  8. Pembayaran sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Ketiga, PMK154 mengatur saat terutang dan cara pelunasan PPh22. Ada dua cara pelunasan PPh22 yaitu (1) dibayar oleh wajib pajak dan (2) dipungut oleh yang melakukan pembayaran atau yang melakukan penjualan. Secara detil, saat dan cara pelunasan PPh22 adalah sebagai berikut:

  1. PPh22 atas impor terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk atau dalam hal Bea Masuk ditunda maka pelunasan PPh22 dilakukan pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor barang (PIB);

  2. PPh22 atas penyerahan barang/jasa kepada instansi pemerintah terutang dan dipungut oleh bendaharawan pada saat dilakukan pembayaran;

  3. PPh22 atas penjualan komoditi hasil produksi industri semen, kertas, baja dan otomotif dipungut pada saat penjualan oleh produsen;

  4. PPh22 atas penjualan bahan bakar minya/gas dan pelumas terutang dan dipungut pada saat penerbitan Surat Peritnah Pengeluaran Barang (delivery order);

  5. PPh22 atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul terutang dan dipungut pada pembelian oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan yang ditunjuk sebagai pemungut PPh22 dari pedagang pengumpul.

Keempat, PMK154 juga mengatur tentang masalah administrasi berkenaan dengan pemungutan PPh22 ini. Antara lain adalah aturan tentang pembuatan Bukti Pemungutan PPh22 oleh Pemungut Pajak seperti Badan Usaha yang bergerak di indutsri semen, kertas, baja dan otomotif, produsen atau importer bahan bakar minya/gas dan pelumas serta badan usaha yang bergerak di industri atau eksportir di sektor kehutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan.

Lalu, apa yang baru dari PMK154 ini?

Secara umum tidak ada yang baru dari PMK154 ini dibandingkan dengan aturan yang mengatur hal yang sama yaitu PMK210/PMK.03/2008. Beberapa perubahan adalah:

  • tarif PPh22 atas bahan bakar minyak/gas dan pelumas yang disamakan untuk nonSPBU dan SPBU Bukan Pertamina;

  • Pengecualian dana BOS dari pengenaan PPh22;

  • Kenaikan batas pengecualian pengenaan PPh22 atas pembayaran sehubungan dengan pembelian yang dilakukan oleh instansi pemerintah menjadi Rp2 juta dari sebelumnya Rp1 juta;

  • Juga tentang masalah jatuh tempo pembayaran yang disesuaikan dengan aturan yang berlaku; PMK 184/PMK.03/2007 dan PMK 80/PMK.03/2010.

Tidak ada komentar: