22 September 2010

Anna dan Semangkok Mie Instan


Satu malam, selepas Isya, Anna bertengkar hebat dengan ibunya karena hal sepele, warna baju! Tampaknya Sang Ibu begitu sakit hati karena pertengkaran itu, maka keluarlah kata-kata usiran. Dan, kaburlah Anna dari rumah. Malam itu juga. Beberapa langkah meninggalkan gerbang pagar rumah, Anna baru tersadar kalau ternyata dia tidak membawa uang sepeserpun. Tapi, amarah yang disandangnya mencegahnya dari balik ke rumah. Dia tetap meneruskan langkahnya, entah sampai mana.


Setelah berkilo-kilo berjarak dari rumah, Anna terhenti di depan sbuah warung mie instan rebus. Aroma bumbu mie instan yang sedang dimasak oleh si empunya warung begitu menggoda selera. Syahdan, Anna terpaku di depan warung. Ingin rasanya masuk ke warung dan pesan semangkok mie. "Hmm... betapa sedapnya!", guman Anna dalam hati. Apadaya, tak ada uang sama sekali di sakunnya. Dari kejauhan, Si Pemilik Warung memperhatikan tingkah laku Anna. Setelah beberapa lama, dihampirinya Anna.


"Apa yang sedang kamu lakukan Nak, berdiri dari tadi di luar warung? Apakah kamu mau pesan semangkok mie?", tanya Ibu Warung ramah.


"Eh...i...iya..eh... tidak bu, saya tidak punya uang", jawab Anna terbata-bata.


"Ohh.. tak apa. Ayo masuklah, biar Ibu bikinkan kamu semangkok mie. Tak usah risau soal uang', pinta Ibu Warung, masih dengan keramahan yang sama.


Akhirnya masuklah Anna ke dalam warung, duduk di bangku yang disediakan untuk pembeli menunggu semangkok mie matang.


"Ini..., makanlah", seru Ibu Warung tatkala menyodorkan semangkok mie di depan Anna. Maka, makanlah Anna. Dan, memang ezat bukan kepalang rasa mie itu. Namun, ketika habis suapan ketiga, tiba-tiba air mata Anna mengucur deras. Dia menangis. Tersedu-sedu.


"Kenapa?" tanya Ibu Warung.


"Tak apa-apa", jawab Anna lirih.


"Ayolah..., bicaralah. Siapa tahu Ibu bisa bantu kamu", lanjut Ibu Warung.


Setelah terdiam beberapa saat, Anna berkata, "Aneh rasanya. Ibu, orang yang belum kukenal tiba-tiba datang menyapaku dan menawariku semangkok mie yang lezat ini. Sedangkan di rumah, Ibuku, orang yang kukenal bertahun-tahun, bertengkar denganku dan bahkan mengusirku dari rumah karena hal sepele."


Setelah selesai mendengarkan cerita Anna tentang pertengkaran dengan ibunya, Sang Ibu Warung kemudian bernasihat. "Hmm... kalau cara melihatnya dibalik seperti ini gimana?" Ibu Warung membuka ceramahnya.


"Kadang kita begitu menghargai begitu tinggi untuk hal-hal sepele yang dilakukan oleh orang yang belum atau tidak kita kenal. Sebaliknya, kita sering kali tidak memberi penghargaan yang pantas pada hal-hal besar yang dilakukan oleh orang-orang yang kita kenal, bahkan sangat kita kenal."


"Apa yang kamu bilang tadi, contohnya.' Lanjut Ibu Warung.


"Kamu begitu menghargai pemberian semangkok mie yang kulakukan padamu. Tapi, tampak kamu tidak begitu menghitung pengorbanan yang pernah dilakukan ibumu. Ibumu sudah memasakkan dan menghidangkan untukmu, mungkin ratusan atau bahkan ribuan mangkok mie. Dan juga makanan yang lain. Dan, kamu tidak mengingatnya bahkan bertengkar dengannya untuk urusan yang kecil!"


Demi mendengar nasihat Ibu Warung, Anna memutuskan untu kembali ke rumah. Malam itu juga. Sesampainya di rumah, terlihat ibunya yang dengan cemas menantikan kehadirannya. Dan begitu Anna masuk ke rumah, Sang Ibu langsung memeluk Anna sambil berkata, "Kamu pasti belum makan. Makanlah, Ibu sudah siapkan makan malam untukmu!"



Tidak ada komentar: