21 Mei 2010

Bagaimana Menghitung PPN?

Permenkeu 74 dan 79/PMK.03/2010 dan SE-63/PJ./2010

PPN yang harus dibayar oleh seorang PKP dalam satu masa pajak adalah selisih antara Pajak Keluaran (PK, PPN yang harus dipungu PKP pada saat dia jual barang) dengan Pajak Masukan (PM, PPN yang dibayar PKP pada saat dia beli barang). Ini adalah mekanisme normal yang diatur dalam ketentuan PPN. Biasa disebut dengan pengkerditan Pajak Masukan. Selain ketentuan normal tadi, ada ketentuan yang disebut 'pedoman pengkreditan Pajak Masukan'. Dengan mekanisme ini, PM yang dikurangkan dari PK untuk menentukan besarnya PPN yang harus disetor tidak berdasarkan PPN yang telah dibayar oleh PKP. Akan tetapi, berdasarkan persentase tertentu dari PK.

Siapa yang berhak menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan ini?

Secara umum, ada dua jenis PKP yang berhak menggunakan pedoman pengkreditan pajak masukan ini; (1) pengusaha dengan peredaran usaha tidak melebihi jumlah tertentu, dan (2) pengusaha dengan jenis kegiatan tertentu.

Batasan peredaran usaha bagi PKP yang dapat menggunakan pedoman pengkreditan pajak masukan adalah kurang dari Rp1,8 miliar dalam satu tahun buku. Sedangkan pengusaha dengan jenis kegiatan tertentu yang dapat menggunakan pedoman pengkreditan pajak masukan inia dalah pedagang eceran motor bekas dan emas.

Berapa besarnya pajak masukan yang dapat dikreditkan oleh kedua jenis PKP tersebut?

Bagi PKP dengan peredaran usaha kurang dari Rp1,8 miliar, besarnya Pajak Masukan yang dapat diokreditkan adalah 60% dari Pajak Keluaran bagi PKP yang melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dan 70% Pajak Keluaran bagi PKP yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak. Sementara itu, untuk pedagang eceran motor bekas, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah 90% Pajak Keluaran dan 80% untuk pedagang emas. Pajak Keluaran yang harus dipungut adalah 10% dari Dasar Pengenaan Pajak.

Tidak ada komentar: