26 April 2010

Kewajiban Melaksanakan Pembukuan

Ketentuan perpajakan kita, UU tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP), mengamanatkan tentang kewajiban melaksanakan kegiatan pembukuan. Siapa yang wajib melaksanakan kegiatan pembukuan tersebut? Ada dua jenis wajib pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan, yaitu (1) wajib pajak orang pribadi (OP) yang menjalankan kegiatan usaha bebas, dan (2) wajib pajak badan. OP yang menjalankan kegiatan usaha bebas adalah mereka yang penghasilannya diperoleh melalui kegiatan usaha, bukan penghasilan dari pemberi kerja. Contohnya adalah wajib pajak OP dokter, notaris dsb yang membuka praktik, wajib pajak OP yang membuka tempat usaha seperti warung, toko, rumah makan dsb. Mereka ini oleh UU diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan.

Tidak adakah pengecualian untuk wajib pajak OP, sehingga wajib pajak tsb tidak harus menyelenggarakan pembukuan?

Ada. Wajib pajak OP yang melakukan kegiatan usaha bebas tetapi menggunakan norma penghitungan dalam menentukan penghasilan nettonya, oleh UU diperbolehkan untuk tidak melakukan kegiatan pembukuan. tetapi, wajib pajak diharuskan melakukan pencatatan tentang berapa jumlah penghasilannya yang akan dijadikan dasar penghitungan penghasilan netto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan netto. Apakah 'norma penghasitunagn penghasilan netto' ini? Norma penghitungan penghasilan netto adalah besaran persentase tertentu yang digunakan untuk menentukan jumlahnya penghasilan netto. Persentase ini dikalikan dengan jumlah peredaran usaha wajib pajak dalam satu tahun pajak. Dengan demikian, wajib pajak yang memilih menggunakan norma penghitungan akan SELALU untung, atau dengan kata lain akan selalu mempunyai penghasilan netto. Besarnya norma penghasilan ditentukan oleh jenis usaha wajib pajak dan tempat tinggal wajib pajak; kota di mana wajib pajak berdomisili.

Bagaimana pembukuan harus diselenggarakan?

Ketentuan UU mensyaratkan beberapa hal, yaitu:
(1) Pembukuan diselenggarakan di Indonesia dan menggunakan angka arab
(2) Menggunakan Bahasa Indonesia atau bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan
(3) Diselenggarakan secara taat asas, dengan menggunakan stelsel akrual atau stelsel kas. Stelsel akrual menghendaki pengakuan pendapatan pada saat diperoleh dan biaya pada saat terutang, terlepas apakah secara kas pendapatan atau biaya tersebut sudah diterima atau dibayar. Sedangkan setelsel kas, menghendaki pengakuan pendapatan dan biaya apabila kas dari pendapatan atau kas atas biaya tersebut sudah diterima atau sudah dibayar.
(4) Perubahan metode pembukuan dan tahun buku dapat dilakukan setelah wajib pajak memperoleh persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.
(5) Pembukuan sekurang-kurangnya meliputi catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihiutng besarnya penghasilan kena pajak.
(6) Buku, catatan dan dokumen pembukuan wajib disimpan wajib pajak minimal selama sepuluh tahun di Indonesia.

Tidak ada komentar: