Pengalaman masa kecil seseorang kadang mempunyai efek jangka panjang. Bahkan bisa sangat panjang, sampai ketika seseorang tersebut sudah menjadi orang tua. Ini juga menjadi pengalaman pribadi saya. Ketika kecil, saya takut sekali kalau berhadapan dengan aparat berseragam, karena punya seorang tetangga yang anggota salah satu kesatuan, yang tampak luar --juga dalamannya-- sangat galak! Selain itu, setiap lewat depan 'tangsi', ini sebutan orang tua saya untuk markas Kepolisian Sektor (polsek) kakak saya sering kali berkata, 'Diam, ada polisi!" Dua pengalaman ini membuat saya kadang deg-degan setiap kali di jalan diberhentikan oleh Pak Polisi. Tapi tiga pengalaman saya berinteraksi dengan Pak Polisi dalam dua bulan terkahir, ternyata mampu mengikis trauma saya itu.
***
Akhir Mei 2009. Waktu masih menunjukkan pukul 09.00 waktu Tokyo. Saya pada hari itu kebetulan lagi ada tugas ke sana. Saya mencoba telepon ke rumah menanyakan keadaan anak saya, Maliq, karena sehari sebelumnya ketika telepon ke rumah ada kabar si buyung sedang sakit. Tapi, jawaban dari seberang telepon sungguh menganggetkan, "Pak, rumah kita dibobol mali!" Demikian, pekik isteri saya. "Waauw...!" Jawab saya. "Sebentar Pak, ini saya lagi mau ke kantor polisi", sambung isteri saya. "Nggak usahlah...", cegah saya. Pengalaman buruk saya ketika dulu kemalingan membuat saya berusaha mencegah beurusan dengan aparat. Ya sudahlah, ikhlaskan saja.... Tapi isteri saya tetap melapor ke kantor polisi. Dan sampai sekarang, nggak ketahuan gimana kasus pencurian itu ditangani. "Seperti biasanya. Sudahlah!" pikir saya.
Dua hari kemudian, di Tokyo, ada rombongan kepolisian dari Polres Bekasi datang ke asrama di mana saya menginap. Mereka serombongan polisi yang akan studi banding tentang pengembangan 'community police', semacam polisi lebih merakyat gitulah kira-kira. Luar biasa, mudah2an berhasil, kita doakan. Dari obrolan dengan mereka ada beberapa hal baru yang saya ketahui tentang dunia kepolisian. Dari sini, saya menjadi lebih paham, mengapa kadang kelihatan begitu sulit bagi pak polisi untuk mengungkap tindak kejahatan. Satu lagi adalah bagaimana prestasi pak polisi kita begitu diapresiasi oleh kalangan polisi di negara-negara lain karena keberhasilan mengungkap kasus-kasus terorisme. Hal yang mendapat konfirmasi dari mantan Komandan Densus 88 waktu diwawancara Karni Ilyas di TVOne. Satu hal lagi, saya dapat begitu akrab dengan beberapa polisi itu. Tak ada lagi trauma masa kecil. Barangkali karena mereka tidak berseragam,... beberapa Polwan pulak!
Kamis 30 Juli 2009. Waktu menunjukkan pukul 19.40. Kondisi jalan tol dari Semanggi ke arah Tomang macet berat di sekitaran Slipi. Karena berencana keluar di pintu tol Slipi, maka sehabis jembatan layang Slipi, saya berinisiatif mengambil bahu jalan. Toh, sudah dekat pintu tol. Tapi, ternyata di ujung sana sudah menunggu beberapa Pak Polisi. Dan salah satu petugas tersebut memberhentikan laju mobil saya yang telah balik lagi ke lajur paling kiri. Seorang petugas, menyapa, kemudian sesuai dengan protap, menanyakan STNK dan SIM. Meneliti sebentar dan kemudian bertanya kepada saya, "Mau dibantu atau ditilang?" tanya pak polisi.
"Tilang pak", jawab saya cepat. Mendengar jawaban saya pak polisi tertawa sambil berkata, "Kenapa kok milih yang susah, mau dibantu atau ditilang?" ulang pak polisi.
Jujur, saya jadi agak kikuk. "Dibantu macam mana ini pak polisi", tanya saya dalam hati. Lalu, saya bilang, "Kalau memang salah ya tilang aja pak". Lagi-lagi pak polisi itu ketawa, "Wong ditawari yang mudah kok malah pilih yang susah. Kalau Anda bilang dibantu ini sampeyan saya lepas, jalan lagi", lanjut pak polisi setelah memberikan beberapa nasihat singkat tentang kesalahan dan permintaan agar tidak mengulanginya. Akhirnya, saya katakan, "Tolong dibantu Pak".
"Nah, gitu dong," jawab pak polisi. Sambil mengatakan bahwa jangan serta merta berpikiran kalau 'dibantu' itu berarti minta sesuatu. Karena menurut Pak Polisi kita ini, beliau memang tidak berniat untuk itu dan hanya berniat mengingatkan kesalahan saya dan meminta saya untuk tidak mengulanginya lagi. Dan, saya pun berjanji demikian halnya. Kemudian saya tanyakan nama dan unit dari Pak Polisi itu, kenalan ngobrol sedikit, salaman, mengucapkan salam dan pamitan untuk melanjutkan perjalanan.
***
Di sepanjang sisa perjalanan ke rumah, saya begitu gembira. Cerita tentang ide 'community police' dan reformasi kepolisian yang saya dengar dari rombongan Polres Bekasi sepertinya bukan hanya dongeng di negeri mimpi. Paling tidak bagi Pak Polisi yang memberhentikan saya tadi. Mudah-mudahan semua polisi kita akan seperti Pak Polisi Kita tadi itu. Semoga. Bravo Kepolisian RI.... maju terus!
Salam untuk Pak Kusdiharto anggota Patroli Tol Dalam Kota Mobil Patroli #01-951
Tidak ada komentar:
Posting Komentar