22 Juli 2009

Bagaimana Administrasi Pajak Mengantisipasi Praktik Transfer Pricing*

Mengembangkan Kompetensi SDM, Menjawab Tantangan Global:

Bagaimana Administrasi Pajak Mengantisipasi Praktik Transfer pricing


Pendahuluan

Sebagai bagian dari sistem ekonomi global, Indonesia akan terlibat dalam transaksi lintas batas. Banyaknya perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia, baik melalui investasi langsung lewat fasilitas penanaman modal asing maupun melalui cabang, mengindikasikan tingginya potensi transaksi lintas batas di Indonesia. Dari sisi administrasi pajak, praktik transfer pricing menjadi isu penting karena efeknya dapat berupa hilangnya penerimaan pajak yang seharusnya diperoleh dari transaksi lintas batas tersebut. Pertanyaannya adalah seberapa besar efek transaksi lintas batas tersebut terhadap penerimaan pajak di Indonesia. Menurut sebuah penelitian, 60% perdagangan dunia dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam kelompok-kelompok perusahaan multinasional (MNE). Data ini dapat menggambarkan besarnya potensi penerimaan pajak dari transaksi lintas batas sekaligus, untuk kasus Indonesia, menunjukkan tingginya risiko berkurangnya penerimaan pajak di Indonesia karena praktik transfer pricing yang tidak sehat (abusive transfer pricing).

Pengembangan SDM

Uraian di atas memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana transfer pricing menjadi isu penting yang dihadapi oleh administrasi perpajakan. Oleh karena itu, otoritas pajak perlu memberikan perhatian dan antisipasi serius terhadap praktik transfer pricing yang dilakukan oleh wajib pajak. Di Indonesia, perhatian dan antisipasi tersebut menjadi lebih penting lagi karena otoritas pajak di Indonesia (DJP) dipandang sebagai otoritas pajak yang ‘ketinggalan’ dalam perspektif transfer pricing oleh kalangan praktisi perpajakan internasional (PwC Report on International Transfer pricing 2009, The Indonesian tax authorities cannot be considered a sophisticated tax authority from transfer pricing perspective).

Antisipasi terhadap tantangan perpajakan yang timbul dari adanya transaksi lintas batas dapat dilakukan dalam empat hal: (1) pengaturan masalah kelembagaan (organizational arrangements) untuk menentukan unit-unit khusus yang bertanggung jawab menangani masalah pemeriksaan transfer pricing; (2) pengembangan kapasitas pegawai yang akan menangani masalah transfer pricing seperti account representative, pemeriksa, penelaah keberatan, atau pegawai lain yang ditempatkan di unit-unit khusus yang menangani masalah perpajakan internasional; (3) pengembangan tata kelola pengananan masalah transfer pricing, seperti pembuatan standard operating procedures penanganan masalah transfer pricing; serta (4) pengembangan ketentuan tentang transfer pricing seperti seperti ketentuan administratif untuk mendorong kepatuhan wajib pajak dalam pengungkapan dan dokumentasi transaksi afiliasi.

Dari keempat hal tersebut di atas, faktor pengembangan kompetensi SDM menjadi kunci yang akan menentukan keberhasilan penanganan masalah transfer pricing karena para pegawai merupakan pelaksana ketentuan yang ada dan pengungkapan kasus transfer pricing akan selalu dimulai dengan bagaimana pengawasan kepatuhan perpajakan yang dilakukan oleh para pegawai. Kapasitas dan kompetensi para pegawai yang terlibat langsung dalam pengawasan maupun penanganan masalah transfer pricing perlu selalu ditingkatkan dan dijaga. Pelatihan-pelatihan yang berkesinambungan, ketersediaan bahan bacaan (referensi) yang memadai juga perlu diupayakan dalam rangka menjaga tingkat kompetensi SDM agar selalu mutakhir.

Selain itu, pelatihan-pelatihan tentang transfer pricing juga diharapkan dapat membangkitkan kepekaan dan kepedulian (awareness) setiap pegawai DJP tentang praktik transfer pricing, terutama pegawai-pegawai di lingkungan unit-unit operasional dengan wajib pajak berpotensi tinggi melakukan praktik abusive transfer pricing. Dengan kepekaan dan kepedulian ini diharapkan akan semakin banyak kasus transfer pricing yang dapat diungkap yang pada gilirannya akan berdampak baik pada kepatuhan wajib pajak.

*)Tulisan ini bagian dari 'short essay' yang ditulis untuk ikut dalam Diklat Transfer Pricing yang diselenggarakan oleh OECD-DJP, yang sedianya akan diselenggarakan tanggal 21-25 Juli 2009 tetapi urung karena adanya bom JW Marriot 17 Juli 2009.

2 komentar:

ruditrg mengatakan...

Pengertian transfer pricing tidak selalu berkonotasi negatif. Jika pelaksanaan transfer pricing mengikuti prinsip prinsip kewajaran maka transfer pricing tidak menjadi masalah.

Unknown mengatakan...

agree! makanya, saya tulis abusive transfer pricing.