31 Desember 2008

Sunset Policy Bukan Pakai Sepatu Di Masjid

Ketika tengah makan siang bersama beberapa teman kuliah dulu, hampir dua tahun lalu, seorang teman tiba-tiba mengeluarkan satu pertanyaan nakal, "coba tebak, apa yang tidak bisa dilakukan di Indonesia?" Beberapa orang di antara kami terbengong-bengong mendengar pertanyaan itu. Salah seorang bertanya meminta penegasan, "maksud lu?"

"Iya, di Indonesia ini apa yang tidak bisa dilakukan?" ulang kawan yang tadi. Karena masih bingung juga, kami hampir serempak, menyerah, bertanya, "apa itu?"

"Ada dua hal yang tidak bisa dilakukan di Indonesia saat ini, pertama, pake sepatu di masjid, dan kedua merokok di pom bensin. Selain kedua hal itu semua bisa dilakukan..." papar teman penanya tadi.

***

Tentu saja dialog di atas adalah guyonan sakartis untuk menggambarkan keadaan Indonesia kita saat ini. Bahwa bisa dibilang tidak ada hal yang mustahil untuk dilakukan di Indonesia ini, apapun. Semua bisa diatur! Aturan bisa dibelok-belokin sesuai dengan kebutuhan sesaat.

Di pengujung tahun 2008 kemarin, guyonan teman saya itu memperoleh konfirmasinya. Ya, Menteri Keuangan mengumumkan bahwa kebijakan 'sunset policy' yang dalam UU No. 28 tahun 2007 hanya berlaku setahun, selama 2008 diperpanjang sampai dengan tanggal 28 Pebruari 2009. Berbagai alasan diungkapkan, misalnya karena membludaknya wajib pajak yang akan menyampaikan SPT Sunset Policy menjelang tanggal 31 Desember 2008, antrian pembayaran pajak di bank yang panjang yang karena menjelang akhir tahun tidak bisa diterima dan sebagainya-dan sebagainya. Terlepas dari berbagai alasan tadi, ada pertanyaan sederhana yang muncul, toh kebijakan 'sunset policy' ini sudah muncul sejak Agustus 2007, sejak diundangkannya UU No. 28 Tahun 2007. Jadi, sebenarnya mereka-mereka yang ingin memanfaatkan fasilitas ini mustinya sudah tahu sejak setahun lebih yang lalu. Lalu kenapa, baru menjelang akhir batas waktu orang baru berbondong-bondong yang akhirnya membuat berbagai kegaduhan? Ini masalah lain dari Indonesia kita....

Satu alasan yang dapat menjelaskan fenomena ini adalah minimnya sosialisasi tentang 'sunset policy'. Ya, kantor pajak baru gencar kampanye 'sunset policy' ini pada pertengahan tahun 2008, berarti ada waktu lebih dari 10 bulan yang tidak termanfaatkan untuk sosialisasi.

***

Dari sisi lain, perpanjangan masa 'sunset policy' ini juga menjelaskan bagaimana aturan bisa 'dikerjai' seenaknya oleh pembuat kebijakan. Bayangkan, batas waktu 31 Desember 2008 adalah batas waktu yang ditetapkan dalam salah satu pasal di dalam UU No. 28 Tahun 2008 di atas. Pasal ini yang kemudian dikebiri untuk kepentingan, yang menurut saya, hanya sesaat. Alangkah baiknya, kalau batas waktu 31 Desember 2008 tersebut tetap diikuti apa adanya sehingga akan terlihat wibawa ketentuan yang telah disepakati. Kalau praktik seperti ini dibiarkan, bisa dibayangkan, semua orang akan mencemooh aturan-aturan yang telah disepakati. "Mengapa musti tunduk dan patuh, toh aturannya bisa diubah!"

Dengan demikian, perpanjangan batas waktu 'sunset policy' ini mengandung konsekuensi yang cukup serius dalam perspektif kepatuhan kita sebagai bangsa terhadap aturan yang telah kita buat. Barangkali ada kepentingan-kepentingan yang menghendaki perpanjangan 'sunset plicy' ini sehingga perpanjangan waktu baru diambil mepet ketika batas aktu sudah hampir tiba. Bukankan kemungkinan2 seperti antrian yang berkepanjangan sebenarnya sudah bisa diantisipasi dari awal. Berbagai alasan perpanjangan 'sunset policy' sepertinya hanya pemanis, karena alasan sebenarnya kenapa batas waktu 'sunset policy' diperpanjang adalah karena 'sunset policy' bukan memakai sepatu di dalam masjid dan merokok di pom bensin!

Tidak ada komentar: