12 September 2008

Tentang Kemakmuran (2)

Saya setuju dengan pengamatan Pak Endi tentang kemajuan China dan saya sebenarnya tidak mengesampingkan hal tersebut. Hanya ternyata saya juga menemukan banyak hal yang ketimpangannya melebihi Indonesia di sana. Karena bagaimanapun juga pertumbuhan ekonomi pasti memunculkan ketimpangan dan ketidakadilan. Saya hanya mengemukakan apa yang teman saya alami sendiri pada dirinya, keluarganya dan orang2 disekitarnya. Kita lihat bagaimana hebatnya negara kita pada awal dan pertengahan 90-an, tapi semuanya semu. Ketika terjadi krisis semuanya berantakan. Saya hanya kuatir apa yang kita lihat di China atau negara lain juga semu.

Kita perlu meletakkan segala sesuatu secara proporsional. Jangan membandingkan kebaikan dengan keburukan, bandingkan kebaikan dengan kebaikan dan keburukan dengan keburukan.

Mengapa saya mengusulkan kita tetap berupaya terus percaya dengan sistem yang ada sambil terus memperbaiki, karena tidak ada alternatif lain. Misalnya, kita tetap perlu percaya dengan polisi. Saya tahu banyak polisi yang bermasalah, tapi banyak juga polisi yang baik. Justru harus kita dukung polisi yang baik ini dengan tetap berupaya menggunakan layanan mereka. Saya dulu selalu pesimis dengan layanan polisi sampai2 kalau ada keperluan dengan mereka saya selalu jaga2 kalau2 ditodong "uang terima kasih". Saya tidak mau memberi kalau tidak ditodong, Eh, ternyata kok nggak pernah ditodong ya selama saya mengurus kepergian saya dan keluarga ke NZ. Mereka mau melayani dengan tulus juga rupanya.

Mahalnya barang2 tidak saja terjadi di negara kita, naiknya harga makanan dan migas terjadi merata di seluruh dunia. Saya juga melihat salah satu penyebab kesusahan rakyat di negara kita karena birokrat yang mengembangkan kebijakan "memaksa" konsumsi bukannya memberikan berbagai alternatif. Kita dipaksa memakai gas, minyak tanah dihilangkan dari pasar. Gas dan tabungnya kemudian dimonopoli oleh produsen tertentu. Mengapa kita tidak memperjuangkan "kemerdekaan" berkonsumsi? Mengapa harus makan beras, sementara singkong melimpah? Mungkin salah kita sendiri (secara kolektif) memilih pemimpin yang mengembangkan kebijakan seperti itu atau kita sendiri ya mau dipaksa konsumsinya.

Saya sih selalu optimis dengan perkembangan di negara kita (sampai saat ini, entah di masa depan) yang bisa melewati berbagai perubahan dengan sangat damai secara relatif, karena itu modal utama untuk mencapai kemajuan di masa depan. Ujian kita adalah dapatkah kita melalui apapun di masa depan dengan damai.

Sebenarnya kita bisa menyumbangkan kemampuan berpikir kita untuk memperbaiki keadaan. Misalnya, mengapa tidak kita sekali2 kumpul2 santai di warung indomie (kalau masih ada yang suka indomie lho) sambil membahas permasalahan listrik. Bila perlu dan kalau ada yang kenal, undang teman2 yang bekerja di PLN dan Deptamben. Saya yakin kesalahan yang terjadi adalah kesalahan sistemik di mana setiap subsistem menyumbang porsi kesalahan yang kalau dilihat secara individu subsistem relatif tidak "membahayakan" tetapi secara kumulatif dalam suatu sistem ternyata membahayakan.

written by RM on August 2008

Tidak ada komentar: