04 September 2008

Sunset Policy: Catatan Untuk Administrasi Pajak (DJP)

Analisa sederhana di bawah ini menunjukkan bahwa sunset policy, kebijakan pemerintah di bidang perpajakan dalam tahun 2008 ini kemungkinan besar tidak akan menghasilkan penerimaan pajak secara optimal. Analisa ini didasarkan pada konsep expected utility dalam kepatuhan pajak yang dikembangkan oleh Allingham dan Sandmo (1972). Untuk bisa optimal, sunset policy harus disertai dengan law enforcement yang intensif dan konsisten di masa mendatang. Tanpa itu, expected utility wajib pajak untuk tidak melaporkan penghasilannya dalam SPT akan lebih tinggi dari pada expected utility apabila wajib pajak ikut sunset policy. .

Dalam studi tentang kepatuhan wajib pajak, Allingham dan Sandmo (1972) dikenal sebagai orang pertama yang mengembangkan model ekonomi kepatuhan wajib pajak. Allingham dan Sandmo menggunakan konsep expected utility penghasilan wajib pajak untuk menjelaskan perilaku kepatuhan wajib pajak. Mereka menggunakan variabel-variabel yang dikenal sebagai faktor ekonomi, yaitu: penghasilan sebelum pajak, tarif pajak, besarnya peluang untuk diperiksa dan besarnya penalti.

Secara ringkas, analisis kepatuhan yang dikembangkan oleh Allingham dan Sandmo (1972), mengasumsikan wajib pajak sebagai individu yang rasional dan memperoleh penghasilan yang jumlahnya tetap, sehingga wajib pajak tersebut akan memilih berapa jumlah penghasilan yang akan dilaporkan pada administrasi pajak. Seorang wajib pajak dengan penghasilan sebesar y, penghasilan yang dilaporkan ke otoritas pajak sebesar x, penghasilan setelah pajak penghasilan v, tarif pajak t, tingkat kemungkinan terdeteksi (diperiksa) p dan denda atas penghasilan yang tidak dilaporkan apabila kemudian diketahui oleh otoritas pajak s, berdasarkan konsep expected utility, wajib pajak tersebut akan melaporkan penghasilannya sedemikian rupa sehingga tingkat expected utility dari penghasilan yang diterimanya, EU [I], akan maksimal. Dengan demikian EU [I] seorang wajib pajak adalah fungsi dari utility penghasilan setelah pajak baik dalam kondisi penghasilan yang tidak dilaporkan terdeteksi maupun tidak, sehingga expected utility wajib pajak dapat adalah:

EU [I]=(1 – p)U{v + t(y – x)} + pU{v - s(y – x)}

Besaran (1 – p)U{v + t(y – x)} merupakan utility penghasilan wajib pajak apabila penghasilan yang tidak dilaporkan tidak terdeteksi, terdiri dari utility penghasilan setelah pajak dan utility pajak yang tidak dibayar. Sedangkan besaran pU{v - s(y – x)} merupakan utility apabila penghasilan yang tidak dilaporkan terdeteksi, yaitu utility penghasilan setelah pajak dikurangi dengan utility penalti yang harus dibayar karena ada penghasilan yang tidak dilaporkan.

Probabilitas wajib pajak akan diperiksa adalah tingkat peluang satu wajib pajak akan diperiksa oleh otoritas perpajakan atau audit rate. Semakin tinggi audit rate, semakin tinggi peluang wajib pajak akan diperiksa. Audit rate yang tinggi akan membuat wajib pajak cenderung untuk melaporkan sebagian besar dari penghasilannya ke administrasi pajak. Berdasarkan formula expected utility di atas, semakin besar probabilitas diperiksa p dan faktor lain tetap, utility penghasilan wajib pajak apabila penghasilan yang tidak dilaporkan tidak terdeteksi, (1 – p)U{v + t(y – x)}, akan turun, sebaliknya, utility apabila penghasilan yang tidak dilaporkan terdeteksi, pU{v - s(y – x)}, akan semakin tinggi.

Dalam Undang-undang KUP 2008, ada ketentuan tentang penghapusan sanksi berupa bunga atas keterlambatan pembayaran. Wajib pajak yang tadinya belum lapor penghasilan atau sudah lapor tetapi belum sepenuhnya benar kemudian melaporkan atau melakukan pembetulan pelaporan di tahun 2008 ini akan diberikan fasilitas penghapusan sanksi bunga 2% atas pajak yang kurang dibayar dari pelaporan atau pembetulan tersebut. Fasilitas ini yang saat ini populer disebut dengan sunset policy.

Tulisan ini akan mengulas apakah sunset policy ini menguntungkan secara ekonomi, ditinjau dengan pendekatan expected utility seperti dikembangkan oleh Allingham dan Sandmo seperti telah dijelaskan di atas. Untuk alasan kesederhanaan, pembahasan akan dibatasi pada kasus wajib pajak badan. Namun demikian, simpulan yang diambil dari bahasan juga bisa diterapkan pada kasus wajib pajak orang pribadi dengan beberapa penyesuaian.

Pertama, mari kita lihat bagaimana penerapan konsep expected utility tersebut dalam ketentuan perpajakan kita. Faktor besaran pajak yang harus dibayar, t, kita gunakan tarif pajak tertinggi yanitu 30% atau 0,3. Sedangkan s, denda yang harus dibayar wajib pajak apabila ketahuan tidak melaporkan penghasilannya akan menjadi 0,06m, yaitu hasil perkalian antara tarif pajak 0,3 dengan tarif bunga 0,02 dan m, jumlah bulan keterlambatan pembayaran. Untuk kasus pemeriksaan, besarnya m maksimal adalah 24 bulan. Misalkan tingkat audit rate kita asumsikan 30% maka EU [I] wajib pajak badan dapat dinyatakan sebagai berikut:

EU [I]=0,7U{v + 0,3(y – x)} +0,3U{v - 0,06m(y – x)} atau

EU [I]=U(v) +U(y – x){0,21 – 0,018m}

Kedua, kita akan lihat bagaimana dampak ketentuan tentang sunset policy terhadap besaran expected utility penghasilan wajib pajak badan. Apabila wajib pajak badan melakukan pembetulan SPT untuk memanfaatkan fasilitas usnset policy ini maka probabilitas diperiksa, p, akan nol karena wajib pajak yang melakukan pembetulan SPT dalam rangka sunset policy tidak akan diperiksa sepanjang tidak ada data lain yang menunjukkan bahwa pembetulan yang dilakukan wajib pajak tidak benar. Dengan demikian, EU [I] wajib pajak yang melakukan pembetulan SPT dengan melaporkan semua penghasilan yang tadinya tidak dilaporkan, y – x = 0, adalah:

EU [I]=U(v)

Dapat dilihat di sini bahwa EU [I] wajib pajak yang melakukan pelaporan dalam rangka sunset policy akan menjadi lebih kecil. Hal ini masuk akal karena ada pengeluaran pajak dari wajib pajak atas penghasilan yang tadinya tidak dilaporkan sebesar 0,3(y – x). Utility penghasilan wajib pajak turun sebesar (y – x){0,21 – 0,018m}. Dilihat dari aspek ini, tampak bahwa wajib pajak akan cenderung tidak mau memanfaatkan fasilitas sunset policy ini. Wajib pajak cenderung memilih untuk tetap tidak akan melaporkan dalam kerangka sunset policy penghasilan yang sebelumnya tidak dilaporkan meskipun ada risiko untuk diperiksa. Expected utility wajib pajak akan lebih besar apabila penghasilan tersebut tidak dilaporkan karena besarnya nilai pU{v – 0.06m(y – x)}. Dengan besaran m maksimal hanya 24 (diatur dalam UU KUP), berarti nilai {v – 0.06m(y – x)} akan tetap positif, wajib pajak akan tetap mendapat manfaat dari penghasilan yang tidak dia lporkan.

Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana mendorong supaya wajib pajak lebih memilih untuk memanfaatkan sunset policy? Satu-satunya variabel yang bisa dikendalikan oleh administrasi pajak dalam formula expected utility di atas adalah audit rate. Administrasi pajak harus mampu memberikan sinyal kepada wajib pajak bahwa wajib pajak akan menghadapi probabilitas diperiksa yang sangat tinggi di tahun-tahun mendatang. Sebagai contoh ekstrem, apabila administrasi pajak mampu memberikan sinyal kepada wajib pajak bahwa wajib pajak pasti akan diperiksa pada tahun 2009, p=1, maka EU [I] akan menjadi sebesar pU{v - s(y – x)}. EU [I] ini lebih kecil daripada EU [I] kalau wajib pajak melakukan pelaporan dalam rangka sunset policy, U(v). Hal ini berarti bahwa semakin kuat sinyal yang diberikan oleh administrasi pajak maka ini akan mendorong wajib pajak untuk lebih memilih sunset policy karena semakin besar insentif yang diperoleh wajib pajak. Sebaliknya, semakin lemah sinyal yang iberikan maka wajib pajak akan cenderung menunggu untuk diperiksa daripada ikut sunset policy.

Tidak ada komentar: