Apakah Anda pernah begitu terpengaruh oleh sebuah buku yang Anda baca? Sehingga mengubah cara pandang Anda pada sesuatu, umpamanya hidup dan kehidupan. Saya pernah mengalaminya. Sebuah buku keagamaan dan sebuah buku lama yang ditulis oleh Muhammad 'Imaduddin' Abdulrahim. Judulnya seperti judul di atas, 'Kuliah Tauhid'. Banyak hal yang dibahas dalam buku ini yang begitu mengubah pemahaman saya dan karenanya cara pandang saya pada beberapa hal. Salah satunya, definisi tentang tuhan. Imaduddin begitu gamblang dan mudah menjelaskan definisi tentang tuhan, dan, paling tidak menurut pemahaman saya, sangat masuk akal. Saya akan mencoba menuliskan 'summary' buku tersebut sesuai dengan apa yang saya pahami.
Gagasan utama buku ini adalah bahwa percaya kepada wujud Tuhan belumlah cukup untuk menjadikan seseorang itu Islam. Perlu lebih dari itu. Kenapa? Di buku ini dijelaskan bahwa kepercayaan pada wujud Tuhan adalah sudah menjadi 'default' bagi setiap makhluk ciptaan Tuhan. Begitu tercipta, dalam diri seorang makhluk Tuhan sudah pasti akan tertanam dalam sanubarinya kepercayaan pada Tuhan ini meskipun bentuk dari kepercayaan ini bisa macam-macam bentuknya. Kepercayaan tersebut umumnya akan muncul pada saat seorang makhluk (manusia) berada dalam keadaan kritis. Dalam buku disebut beberapa ayat dalam Qur'an yang mendukung teori ini. Di buku ini juga dijelaskan bahwa bahkan makhluk pembangkan macam iblispun percaya pada Tuhan. Dialog antar iblis dengan Tuhan pada saat Tuhan akan menciptakan dan menurunkan manusia ke bumi, membuktikan bahwa iblis lebih dari sekedar percaya bahkan bisa berdialog dengan Tuhan. Hal yang membuat Tuhan mengusir iblis dari surga bukanlan karena iblis tidak percaya kepada Tuhan, melainkan sikap sombongnya yang mengagung-agungkan asal usul dia, dari api sementara Adam terbuat dari tanah, sehingga iblis menolak perintah Tuhan untuk sujud kepada Adam. Dari sini Imaduddin menyimpulkan bahwa, dalam konteks hubungan antara makhluk dengan Tuhan, kepercayaan pada wujud Tuhan saja tidak cukup. Yang utama dalam hubungan tersebut adalah 'kepatuhan yang bulat hanya kepada-Nya'. Inilah yang menjadi intisari ajaran agama Islam, 'mentauhidkan dan mengesakan Allah, yang berarti meletakkan Allah dan semua perintah-perintahNya di atas segala-galanya. Ini berarti bahwa mentauhidkan Allah berarti kita menyediakan diri kita dikuasai oleh Allah, yaitu dalam bentuk mematuhi perintah dan mentaati larangan Allah. Hal ini tentunya mempunyai tingkat kesulitan yang jauh lebih besar dari pada sekedar mempercayai keberadaan Allah.
Lawan dari tauhid adalah musyrik. Musyrik artinya menyekutukan Allah atau menjadikan hal lain selain Allah sebagai tuhan. Untuk memahami ini kita perlu tahu tentang apa itu tuhan. Di buku ini diulas tentang definisi Tuhan. Tuhan adalah sesuatu yang dipentingkan bisa meliputi berbagai jenis benda baik yang nyata (harta, tahta, wanita) maupun yang abstrak (keinginan dan nafsu) oleh manusia sedemikian rupa sehingga manusia rela dikuasainya. Anda ingat salah satu puisi Taufik Ismail tentang hal ini? Beliau pernah menulis puisi yang berjudul tuhan tujuh senti, untuk menggambarkan betapa banyak dari kita yang begitu tergantung pada rokok sehingga seolah-olah rokok itulah tuhan kita. Berangkat dari definisi tersebut, disimpulkan bahwa dalam Quran tidak pernah disebut tentang ajaran yang tidak mengakui tuhan (atheis) karena pada dasarnya manusia akan selalu mempunyai sesuatu yang dipentingkan. Nah, menjadi penting untuk kita perhatikan adalah bagaimana supaya kita bisa terhindar dari bahaya kemusyrikan ini.
Mengapa penting menjaga ketauhidan kita? Kegagalan menjaga nilai-nilai tauhid berbahaya bagi nilai-nilai kemanusiaan kita. Nilai kemanusiaan yang eksklusif diberikan Allah hanya kepada manusia adalah kemerdekaan. Makhluk lain tidak mempunyai kemerdekaan atau kebebasan ini, misalnya binatang ayam tidak mempunyai kebebasan untuk makan karena ayam tidak bisa makan daging. Contoh lain, pohon tidak mempunyai kebebasan untuk bergerak layaknya manusia dan hewan. Bahkan, malaiktpun tidak mempunyai kebebasan karena melaikat dalam sejarah hidupnya hanya mensucikan Allah. Sedangkan manusia diberikan kebebasan oleh Allah, bahkan kebebasan untuk tidak patuh sekalipun. Perlu digarisbawahi bahwa harga diri manusia tergantung pada derajat kemerdekaan yang dimiliki, seberapa bebas kita sebagai manusia. Sekedar contoh, dalam era penjajahan, bangsa penjajah akan dipandang lebih berharga daripada yang dijajah.
Kemerdekaan seseorang dapat diukur dari seberapa besar ketakutan dan ketergantungan dia dari hal-hal selain Allah. Semakin seseorang bergantung kepada yang selain Allah maka semakin tidak merdeka dia. Orang yang merdeka sebenar-benarnya merdeka adalah mereka yang menggantungkan hanya pada Allah dan oleh karenya merelakan dirinya hanya tunduk pada ketentuan-ketentuan Allah. Sebagai contoh, kita belum menjadi manusia merdeka apabila ketergantungan kita kepada materi demikian besarnya (harta sebagai tuhan) sehingga timbul kekhawatiran akan ketidakcukupan yang mendorong kita pada perilaku rakus dan korup (melanggar larangan Allah).
Mudah-mudahan kita semua, selalu digolongkan ke dalam kelompok manusia yang merdeka, sebenar-benarnya merdeka, yang selalu memegang teguh ketauhidan kita pada Allah. Selamat berpuasa dan MERDEKA!!!
Sumber: Kuliah Tauhid, Dr. Ir. Muhammad 'Imaduddin' Abdulrahim, M.Sc. Gema Insani Press (2002)
Gambar diambil dari sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar