Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak atas konsumsi yang bebannya ditanggung oleh konsumen. Pemungutan PPN dilakukan oleh pengusaha, orang pribadi atau badan dalambentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannyamenghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barangmelakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean melakukan usaha jasatermasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean, yang telah dikukuhkan sebagai PengusahaKena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang/Jasa Kena Pajak. Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang/Jasa Kena Pajak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP kecuali Pengusaha Kecil. Siapakah pengusaha kecil?
Akhir tahun lalu, terbit Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013 (PMK-197) yang mengatur tentang batasan Pengusaha Kecil dalam ketentuan Pajak Pertambahan Nilai(Pengusaha Kecil PPN/Pengusaha Kecil). Berdasarkan PMK 197, nilai peredaran bruto yang menjadi batasan Pengusaha Kecil adalah Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak. Jumlah ini meningkat dibandingkan ketentuan sebelumnya (PMK-68/2010) dimana batasan Pengusaha Kecil adalah Rp600 juta.
Apa artinya?
Dengan adanya batasan baru sebesar Rp4,8 miliar ini , maka Pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak manakala nilai bruto penyerahan atas Barang/Jasa Kena Pajak dalam satu masa pajak melebihi Rp4,8 miliar. Nilai peredaran bruto berarti nilai penyerahan sebelum memperhitungka potongan-potongan harga seperti diskon dsb. Kapan pelaporan usaha tersebut harus dilakukan? Pelaporan harus dilakukan paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terlampauinya batasan Rp4,8 miliar.
Contoh. Selama 2014, sampai dengan masa pajak Maret, seorang Pengusaha melakukan penyerahan Barang/Jasa Kena Pajak senilai Rp5 miliar. Maka, kewajiban pelaporan usaha untuk dikukuhkan menjadi PKP harus dilakukan paling lambat akhir bulan April 2014.
Lalu, bagaimana kalau Pengusaha tidak melakukan pelaporan seperti diatur dalam PMK-197? Dalam PMK yang sama diatur bahwa, Ditjen Pajak diberi kewenangan untuk melakukan pengukuhan PKP secara jabatan. Dalam kasus yang demikian, Ditjen Pajak juga diberi kewenangan untuk menerbitkan ketetapan pajak dan/atau surat tagihan pajak untuk masa pajak sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP, terhitung sejak saat jumlah peredaran brutonya melebihi Rp4,8 miliar.Dengan ketentuan ini, apabila Pengusaha dalam contoh di atas tidak melakukan pendaftaran sampai dengan akhir bulan April, maka Ditjen Pajak dapat melakukan pengukuhan PKP secara jabatan. Apabila, proses pengukuhan tersebut, misalnya, dilakukan pada bulan Agustus 2014, maka Ditjen Pajak dapat menerbitkan keteapan pajak untuk masa pajak Maret s.d. Juli 2014.
Bagaimana dengan PKP yang sudah terdaftar tetapi peredaran brutonya masih kurang dari Rp4,8 miliar? PMK-197 menegaskan bahwa, PKP yang peredaran usahanya di bawah Rp4,8 miliar dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan sebagai PKP.
Bagaimana prosedur pencabutan PKP ini?
Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-12/PJ/2014 mengatur tentang prosedur pencabutan PKP sebagai berikut:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar