12 Februari 2012

Angelina Sondakh Dan Tingkatan Moralitas Kita


Sudah seminggu ini, setiap pagi saya menerima paket promo dari Harian Seputar Indonesia, koran gratis! Pagi ini ada Kolom Sarlito W. Sarwono yang psikolog itu. Sebuah tulisan menarik tentang moral, yaitu tingkatan perkembangan moral manusia yang disadur dari pendapat Lawrence Kohlberg. Teori Pak Kohlberg tentang perkembangan moral ini populer disebut dengan 'stage of moral development'. Info lengkap tentang Pak Kohlberg dapat dicek di sini. Intinya, teori ini menjelaskan tahapan-tahapan tingkat moralitas seseorang.

Pak Sarlito mengawali tulisannya dengan cerita pribadi soal pertemuan dan, kemudian, interaksinya dengan anggota DPR Angelina Sondakh. Dan, ketidakpercayaannya, kalau bisa dibilang begitu, bagaimana sosok Angie yang selama ini dinilainya, dan mungkin juga oleh kita, sebagai politisi baik, cantik, cerdas, dan harmonis rumah tangganya, ternyata terjerat kasus korupsi. Lalu apa hubungan antara Angie dan teori perkembangan moral Kohlberg? Kira-kira, yang ingin dijelaskan Pak Sarlito adalah bahwa tingkat moralitas seseorang tergantung pada perkembangan kesadarannya sesuai dengan fase seperti dijelaskan oleh Kohlberg.

Kohlberg membagi tingkat kesadaran moral ke dalam tiga fase: (1) pra-konvensional, (2) konvensional, dan (3) pasca-konvensional. Masing-masing fase ini terdiri dari dua sub-fase. Fase pra-konvensional merupakan fase terendah moralitas seseorang di bawah fase konvensional dan pasca-konvensional.

Pra-konvensional
Fase moralitas pra-konvensional umumnya terdapat pada diri anak-anak dan bersifat egosentris, meski tidak tertutup kemungkinan seorang dewasa juga bisa berada pada fase moralitas ini. Orang dengan fase moralitas pra-konvensional biasanya akan menilai baik buruknya perbuatan dengan melihat bagaimana akibat langsung dari perbuatan itu. Fase ini terdiri dari dua sub-fase yaitu (a) moralitas yang didorong oleh kepatuhan dan hukuman (obedience and punishment driven) dan (b) moralitas yang didorong kepentingan diri sendiri (self-interest driven). Dalam moralitas kepatuhan dan hukuman, seseorang menilai baik buruknya tindakan dari apakah pelaku dihukum karena melakukan tindakan tersebut. Jika sesoerang ternyata dihukum karena melakukan suatu tindakan, meski tindakan tersebut mempunyai justifikasi, maka tindakan tersebut atau orang tersebut akan dinilai salah secara moral. Sementara, moralitas yang didorong oleh kepentingan diri sendiri adalah moralitas 'keuntungan apa yang saya peroleh'. Suatu tindakan akan dinilai secara moral baik-baik saja sepanjang tindakan tersebut mendatangkan keuntungan bagi dirinya. Mentalitas tak apa memberi suap asal proyek didapat bisa jadi contoh dari sub-fase moralitas ini.

Konvensional
Fase konvensional biasa terdapat pada diri orang dewasa. Seseorang dengan moralitas konvensional akan membandingkan Moralitas suatu tindakan dengan norma sosial yang berlaku. Dalam fase ini seseorang akan patuh pada aturan meski keptuhan tersebut tidak menimbulkan konsekuensi apapun bagi dirinya. Fase ini meliputi sub-fase (c) moralitas yang didorong oleh hubungan baik dan keserasian dengan lingkungan (interpersonal accord and confirmity driven) dan (d) moralitas yang didorong oleh penegakan ketertiban dan otoritas (authority and social order obedience driven). Orang dengan moralitas yang didorong oleh hubungan baik dan keserasian akan cenderung mengikuti nilai-nilai yang ada di masyarakatnya. Sedangkan orang dengan moralitas yang didorong penegakan ketertiban dan otoritas akan mengikuti norma yang berlaku di masyarakatnya terlepas apakah orang tersebut setuju akan norma itu. Orang lain yang tidak mengikuti norma akan dinilai salah secara moral.

Pasca-konvensional

Fase moralitas pasca-konvensional juga disebut dengan fase prinsip. Dalam fase ini, ada kesadaran bahwa individu merupakan entitas yang berbeda dengan masyarakatnya. Karennya, moralitas seseorang akan mengalahkan moralitas masyarakat. Seseorang dengan fase moralitas ini akan bertindak menyimpang dari norma yang ada di masyarakatnya apabila norma tersebut berbeda dengan prinsip yang dianutnya. Fase ini meliputi dua sub-fase: (e) moralitas yang didorong oleh kontrak sosial (social contract driven) dan (f) moralitas yang didorong oleh prinsip-prinsip etika universal (universal ethical priciples driven). Orang dengan moralitas yang didorong oleh kontrak sosial akang beranggapan bahwa masyarakat mempunyai nilai-nilai, pendapat dan hak-hak yang berbeda-beda yang masing-masing berhak untuk dihormati. Aturan yang ada dimasyarakat merupakan sesuatu yang dapat diubah-ubah sepanjang aturan tersebut tidak memberikan kemaslahatan bagi anggota masyarakat. Di lain pihak, orang dengan moralitas yang didorong oleh prinsip etika universal beranggapan bahwa aturan boleh diikuti sepanjang aturan tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan. Prinsip ini juga menghendaki pelanggaran terhadap aturan yang tidak didasarkan pada prinsip keadilan adalah sah. Pak Sarlito menjelaskan orang dengan tingkat moralitas pada fase pasca konvensional akan mempunyai visi dan misi sendiri serta berhasil mengubah lingkungannya menjadi lebih baik. Contoh nyata adalah para nabi.

Pertanyaannya, di tingkat moralitas manakah kita; saya, anda dan Angie? Yang jelas, menurut Pak Kohlberg, fase moral seseorang dapat berkembang. Tetapi, tidak bisa lompat, akan berurutan. Sanggupkah kita mencapai tahapan sub-fase moral ke-6? Baik untuk kita renungkan.

gambar diambil dari sini

Tidak ada komentar: