18 Mei 2009

A Trip To Tokyo

Sabtu 16 Mei 2009. Waktu menunjukkan pukul 19.30 ketika saya minta tolong orang di rumah untuk mencarikan taksi yang akan mengantar saya ke bandara. Malam itu, saya akan terbang ke Tokyo untuk mengikuti sebuah pelatihan (shortcourse) yang diselenggarkan oleh JICA. Pesawat akan take off pukul 22.15 sesuai dengan jadwal yang tertera di tiket. Berarti, saya harus tiba di bandara paling lambat satu jam sebelum pesawat take off. Demikian saran orang JICA. Nyatanya, sampai pukul 20.00 lewat taksi belum dapat juga. Senewen jadinya. Akhirnya, kira-kira 20.15 datanglah taksi biru di depan rumah. Masalah lain muncul. Duit di kantong ternyata nggak cukup buat bayar-bayar malam itu, ongkos taksi, airport tax dsb. Jadilah mampir di ATM sambil menuju bandara. Masalah lain muncul, dari tiga ATM yang dilewati, tiga-tiganya tidak berfungsi. Jam di taksi sudah menujukkan pukul 21.00 lewat, bandara masih kira-kira 30 menit perjalanan. Suasana jalan cukup ruwet, maklum malam minggu. Lengkap sudah masalah malam itu. Teman seperjalanan sudah berulang kali telepon, menanyakan posisi.

Sampai bandara, si kawan sudah siap untuk masuk counter check in. Uang di kantong alhamdulillah cukup buat bayar ongkos taksi. Dan alhamdulillah lagi, ada satu ATM di pintu masuk counter check in. Lumayan, bisa ambil duit buat bayar airport tax. Oh iya, airport tax sekarang Rp150 ribu. Suasana counter check in cukup sepi, jadi curiga apa karena telat atau memang sepi. Seorang petugas check in kasih tahu kalau penumpang hari itu memang sepi. Begitu check in buru-buru masuk ke ruang tunggu, uups, salah! Teranyata kami masuk ke ruang tunggu pesawat lain... hehehe. Makanya kudu seirng2 baca! Setelah dikasih tahu ruang tunggu yang benar, kami langsung menuju ke sana dan ternyata di ruang tunggu sepi. Para penumpang sudah naik ke pesawat. Jadilah kami langsungg naik ke pesawat. Di pesawat kami agak terkejut, karena pesawat (JO 726) yang begitu guede kosong melompong. Dari deretan kursi kami, sembilan kursi hanya tiga yang terisi. Wah, enak nih bisa selonjoran. Begitu naik pesawat kantuk langsung menyergap. Setelah menikmati sedikit kudapan yang disajikan para flight attendants, saya langsung terkapar pulas tanpa lepas sepatu. Ternyata ini membawa masalah berikutnya. Pagi ketika tiba di Narita, saya merasakan nyeri di pergelangan kaki sebelah kiri. Ya, ada sedikit bengkak. Mungkin ini karena terbungkus sepatu semalaman. Sya memang punya masalah dengan kedua kaki saya, semacam rematik....

Sesampai di counter imigrasi, kami harus ngantri sambil ngisi macam-macam form: kuesioner tentang influesnza, wabah yang sedang naik daun di Jepang dan belahan bumi lainnya, form isiann imigrasi. Tiba giliran saya di cunter 4, eh dua orang di depan saya banyak mengalami masalah. Jadilah saya lama berdiri mengantri. Rasa ngilu di kaki makin jadi.... Setelah menunggu kira-kira 30 menit, tibalah giliran saya. Lumayan lancar. Langsung bisa keluar. Selesai di counter imigrasi, buru2 cari kamar kecil, biasa panggilan alam kalau pagi. Selesai. Ketemu teman yang masih nungguin bagasi. Heran, nomor penerbangan kami tidak ada di list pengambilan bagasi. Sudah mundar-mandir cek sana sini, nggak ada tanda-tanda bagasi kami sudah keluar. Menunggu kira-kira setengah jam lebih, nggak muncul juga nomor JO 726 di papan pengumuman bagasi. Penasaran, tanya pada petugas di situ. Informasiong please, jawabnya. Jalan ke arah bagage information, terlihatlah koper saya, wah!! Berarti sudah dari tadi barang itu mangkrak di sana. Buru-buru ambil koper, datang ke counter customs, ditanya ini itu sebentar selesai. Kawan saya sempat diminta untuk buka sepatu, entah untuk apa?

Selesai keluar bandara untuk mencari counter JICA yang akan mengurus perjalanan kami selanjutnya ke asrama. Tapi, tiba-tiba datang dua orang pria Jepang dengan pakaian setelan jas lengkap menayankan passport, "passoporto, passoporto", katanya. Setelah kami berikan passport, ditulis sama kedua orang itu, data di passport. Penasaran, saya tanya apakah bapak-bapak ini dari JICA yang datang menjemput kita? Ternyata bukan, alih-aliah mereka menunjukkan begde tanda anggota kepolisian Tokyo. Ah, detektif Conan, kata saya dalam hati.... Entah apa yang membuat polisi sampai mencurigai dan menanyai kami. Tapi, setelah tahu kami JICA Trainee, mereka dengan baik hati membantu kami mencarikan counter JICA. Di sana seorang wanita tengah menunggu dan segera mengurus keberangkatan kami ke asrama dengan bus bandara. Masuk ke dalam bus, dan meneruskan tidur tadi malam. Begitu bangun sudah masuk ke dalam kota Tokyo, yang bagaikan hutan beton. Di pemberhentian bis, ketemu JICA Tarinee lainnya dari Indonesia, dan kami bertiga ke asrama diantar taksi. Jam 11 sampailah di asrama.

Tidak ada komentar: