12 September 2008

Kelas Virtual Ekonomi 101


Government Reform

Weleh, maksudnya cuma berbagi pendapat dengan sedikit alasan kok malahan jadi bahan pelajaran. Apresiasi seperti ini membuat saya seperti di piramida puncak dari kebutuhan versi Maslow hehehehe

Kalau mau meng-copy tulisan saya buat apa saja silahkan. Bagi saya forum ini jadi tempat latihan menulis (sesuatu yang seharusnya saya geluti dari dulu). Ide pembuatan buku juga bagus, malahan luar biasa apabila kata pengantarnya AK, dan jangan lupa another phenomenon, ISH

Saya mau menanggapi pendapat Mas Bas tentang pendorong ekonomi Indonesia dan saya sangat setuju dengan hal itu. Konsumsi masyarakat yang luar biasa ditambah dengan jumlah penduduk yang besar membuat ekonomi bergulir. Kalau kita kembali ke persamaan pendapatan nasional yang diusulkan oleh Keynes: Y = C + I + G + X - M, maka C dan G kita bagus, (X-M) tidak jelek2 amat walaupun kita suka produk luar negeri, kita kaya hasil bumi sehingga X-nya tetap tinggi, jadi tinggal I saja nih, ya cuma itu tadi bergantung pada faktor keamanan .

Berkenaan dengan money politics, bila kita melihat money politics (MP) dari sisi ekonomi positif (ekonomi yang mempelajari fenomena apa adanya), bukan ekonomi normatif. MP ini bagian dari konsumsi, analisis Mas Bas tepat sekali. Korupsi (sepanjang hasil korupsinya dibelanjakan di dalam negeri) pasti akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tetapi tentu saja memberikan efek disinsentif karena alokasi sumber daya (uang) bukan didasarkan pada efisiensi tetapi pada kekuasaan. Dalam jangka panjang pertumbuhan ekonominya rentan dan sebenarnya semu, seperti yang kita diskusikan sebelumnya.

Nah, menanggapi pertanyaan Mas Bas tentang apa yang saya pelajari. Saya sendiri tertarik dengan beasiswa dari NZ karena mereka memberi allowance untuk membawa keluarga (walaupun ternyata cukup untuk hidup seadanya hehehehe). Karena saya dari Depkeu, saya mesti belajar yang terkait dengan pemerintah, dan juga tentu saja akuntansi sebagai latar belakang pendidikan terdahulu. Eh, ternyata pas, karena government accounting di NZ dipandang sebagai yang paling kontroversial di seluruh dunia.

Mengapa kontroversial? Ini terkait dengan government reform yang mereka jalankan sejak akhir 1980-an dimana mereka sepakat untuk menggunakan kaidah2 ilmu ekonomi untuk memperbaiki pemerintahan (lebih ekstrim daripada yang ditawarkan Gaebler dan Osbourne dalam bukunya "Reinventing the Government". Ada ongkos ekonomi dalam manajemen pemerintahan, seperti yang dibahas dalam public choice theory (sebagai bagian dari agency theory): bahwa birokrat dengan kepentingannya sendiri akan menghabiskan dana tidak sejalan dengan kepentingan masyarakat. Politisi pada gilirannya juga akan melakukan hal yang sama, mengalokasikan dana tanpa memperhatikan kepentingan konstituennya, apabila kepentingannya tidak sejalan dengan kepentingan konstituen. Semakin abstrak produk yang dihasilkan oleh birokrat, semakin besar public choice problem.

Nah, masyarakat NZ mengembangkan pola di mana hubungan antara masyarakat, politisi (parlemen), menteri, dan birokrat diperjelas. NZ menggunakan sistem parlementer, jadi menterinya juga anggota parlemen. Menteri2 ini dipilih parlemen (partai mayoritas) untuk mengelola portofolio departemen2 dan lembaga2 pemerintah (birokrat).

Jadi hubungannya, birokrat adalah agen dari menteri, menteri adalah agen dari parlemen, parlemen adalah agen dari masyarakat. Kinerja parlemen dinilai setiap 3 tahun sekali melalui pemilu (disini pemilu 3 tahun sekali). Kinerja parlemen diupayakan oleh birokrat, oleh karena itu parlemen perlu memilih menteri yang andal yang mampu membuat birokrat bekerja sesuai dengan tujuan mereka.

Kunci penting mengatasi public choice problem adalah hubungan antara menteri dan birokrat. Harus ada mekanisme pengelolaan kinerja, dengan kontrak di awal tahun yang harus dipertanggungjawabkan di akhir tahun (kita punya seperti ini, cuma sayangnya jadi berkas saja di MenPAN). Birokrat harus dipimpin oleh seseorang yang profesional dan bisa diberhentikan apabila kinerjanya tidak tercapai (seperti CEO di perusahaan swasta, bukan jabatan karir seperti di negara kita). Oleh karena itu, pimpinan departemen disini disebut CEO, pejabat keuangannya CFO.

Identifikasi mereka, ada dua pola hubungan menteri dan CEO, sebagai pimpinan departemen. Menteri memiliki ownership interest terhadap departemen, karena itu private sector financial accounting dapat digunakan sebagai acuan untuk menilai kinerja CEO sebagai agen yang mengelola harta "Menteri". Selain itu, menteri memiliki purchase interest terhadap departemen, departemenlah yang memasok barang2 dan jasa2 yang dibutuhkan menteri untuk mencapai "outcome" yang diinginkan. Untuk itu, dari sisi akuntabilitas ada laporan baru Statement of Service Performance yang melaporkan apa saja yang dihasilkan dan bagaimana kualitasnya.

Setiap awal tahun, CEO mesti membuat kontrak yang dilaporkan dalam Statement of Intent (SOI), berisi apa yang akan mereka hasilkan tahun anggaran ybs, dan juga untuk 2 tahun berikutnya sehingga "outcome" yang menteri rencanakan tercapai. SOI juga target2 keuangan, seperti laba, total asset, seperti halnya rencana keuangan suatu perusahaan. Alokasi anggaran ke departemen sangat sederhana pola perhitungannya: output x cost per output. Cost dihitung secara full cost sehingga basis akrual yang akan dipakai. Di sini baru menurut saya logis menggunakan basis akrual pada sektor pemerintahan, karena untuk tujuan perhitungan cost dan akhirnya untuk alokasi anggaran.

Sepanjang output yang dihasilkan tersedia juga di pasar, menteri dapat memilih memasok output melalui pasar, sehingga pada departemen2 tertentu mereka harus berefisiensi supaya total costnya masih kompetitif.

Karena CEO bisa dipecat kalau kinerjanya tidak beres, CEO diberi wewenang besar untuk mengelola sumber daya, termasuk SDM. Setelah sekitar 10 tahunan sejak dimulainya reformasi (akhir 90an), seluruh pegawai negeri di NZ adalah pegawai kontrak (seperti swasta). Karena efisiensinya sangat besar, gaji mereka 10% lebih tinggi dari rata2 gaji pegawai swasta sehingga menarik minat orang2 pintar bekerja di sektor pemerintahan.

Apakah manajemen pemerintahan mereka lebih baik? Kalau dari sisi efisiensi tidak diragukan lagi, berbagai ahli yang sukarela datang kemari menyatakan hal tersebut. Akan tetapi, masalah utama yaitu efektivitas tidak termediasi dengan reformasi yang sedang dijalankan sehingga mereka mencoba memperbaiki dengan menggulirkan inisiatif Managing for Outcome.

Itu sebagian latar belakang riset yang saya sedang jalankan. Topik penelitian saya adalah apakah inisiatif Managing for Outcome (sejak tahun 2001) mengurangi information asymmetry antara Menteri (Parlemen) dan CEO dalam penentuan outcome (dan juga output). Karena, walaupun sistem bagus kalau penentuan outcomenya tidak pernah menjadi baik karena menteri "ditelikung" oleh CEO (yang asumsinya punya informasi lebih baik tentang apa yang dapat mereka lakukan) pasti yang terjadi efisiensi dengan mengorbankan efektivitas.

By product dari riset saya adalah pendalaman atas government finance reform di berbagai negara di dunia, termasuk yang terjadi di negara kita. Harapannya, kalau pulang nanti bisa memberikan analisis yang tepat untuk pengembangan government reform di negara kita, terutama terkait dengan hubungan menteri birokrat, dan laporan kinerja. Jadi ingat "anehnya" LAKIP kita, sampai2 Dr. HD yang ditakuti dimana2 dengan sikap kritisnya menyerah tanpa syarat kepada pejabat2 Biro Perencanaan Depkeu minta didikte bagaimana mengisi RKA-KL dan LAKIP dengan baik heheh.

Begitulah kira2 yang sedang saya pelajari. Mohon maaf agak panjang ceritanya karena ingin sharing apa yang ada disini kepada teman2 di tanah air.

written by RM on August 2008

Tidak ada komentar: