18 September 2008

Tyranny of The Bottom Line (1): Acara Ramadhan Di TV


Ramadhan sudah berjalan lebih dari separuh bulan. Dua atau tiga tahun terakhir ada fenomena menarik di pertelevisian kita setiap Ramadhan datang. TV berlomba-lomba bikin acara khusus untuk menyambut Ramadhan, dari mulai sinetron, acara musik, sampai gosip, semuanya disisipin hal-hal yang terkait dengan Ramadhan atau disisipin hal-hal yang seolah-olah berbau keislaman. Misalnya, penyiar atau pembawa acaranya tiba-tiba jadi tampil dengan pakaian yang super sopan, pakai kerudung. Atau, di tengah-tengah hingar bingarnya suara musik, tiba-tiba muncul seorang ustadz, yang tiba-tiba ngasih ceramah keagamaan, maksa! Sinetron juga dibuat sedemikian rupa sehingga seolah-olah menjadi sinetron religius. Dan yang paling heboh, acara TV pada saat jam-jam makan sahur. Semua TV, hanya satu TV yg tidak, menampilkan acara lucu2an yang cenderung norak. Pantaslah, kalau banyak pihak mengeluh kalau acara-acara tersebut pada hakikatnya tidak sejalan dengan semangat Ramadhan itu sendiri; tenang, khusuk dan semangat untuk menahan diri.

Pertanyaannya, mengapa demikian?

Satu hal yang bisa dipakai untuk menjelaskan fenomena tersebut adalah: Tyranny of the Bottom Line. Ya, tirani bottom line atau tirani laba bersih! Bagaimana tirani jenis ini bisa menjelaskan fenomena berbagai acara Ramadhan di TV-TV seperti tersebut di atas?

Tyranny of The Bottom Line merupakan judul sebuah buku yang ditulis oleh Ralph Estes di tahun 1995. Estes menjelaskan bagaimana pergeseran tujuan dibentuknya perusahaan, dari tujuan semula untuk menangani berbagai urusan publik yang tidak sanggup dilaksanakan negara secara efisien, kini berubah menjadi tujuan yang semata-mata berorientasi pada laba bersih (bottom line). Pergeseran tujuan ini berdampak pada perubahan fokus kinerja perusahaan. Orientasi yang lebih menitikberatkan pada laba bersih membuat fokus kinerja perusahaan juga lebih berorientasi pada shareholder bukan stakeholder.

Siapa stakeholder sebuah perusahaan?

Banyak.

Masyarakat umum, konsumen, suplier, pemerintah, merupakan contoh para stakeholder satu perusahaan. Nggak peduli bagaimana efek kinerja perusahaan pada masyarakat, konsumen dan stakeholder lainnya, yang penting kinerja perusahaan tersebut dapat mendatangkan laba bersih yang tinggi. Nah, balik lagi ke fenomena pertelevisian, dalam membuat acara Ramadhan, stasiun TV tidak peduli bagaimana kesesuaian acara dengan semangat dan nilai-nilai Ramadhan, yang penting adalah bagaimana acara tersebut dapat mendatangkan banyak iklan, yang berujung pada peningkatan laba bersih. Tidak peduli bagaimana reaksi masyarakat terhadap kualitas acara Ramadhan, yang penting rating acara tersebut bagus! Di sinilah filosofi bottom line diwujudkan dalam betuk yang sangat riil.

Lalu, bagaimana seharunya sikap kita yang tidak setuju dengan acara-acara Ramadhan model tiran laba bersih tadi?

Jawabannya, gampang. Matikan TV dan pergi tidur...!

Tidak ada komentar: